Senin, 19 Januari 2015

Kisah Garuda GA21 di Bengawan Solo "Doa Pilot Abdul Rozaq Menjelang Pendaratan Darurat: Selamatkan Penumpang"

Surakarta - Pendaratan darurat pesawat Garuda Indonesia GA421 di Sungai Bengawan Solo pada 16 Januari 2002 lalu sangat legendaris. Sang pilot, Abdul Rozaq (58) dalam kondisi mati mesin, listrik dan saluran komunikasi, mengaku detik-detik kematian sudah di depan mata. Kopilot Haryadi Gunawan tetap berusaha mengabarkan "Mayday Mayday" ke ATC meski saluran komunikasi sudah mati. "Sudah taruh saja, mari kita berdoa," pinta pilot Rozaq.

Pilot Abdul Rozaq saat ditemui di rumahnya
Saat itu pilot Abdul Rozaq sudah pasrah karena semua usaha menyalakan mesin tidak berhasil. Kala pesawat masih terguncang-guncang dalam awan Cumulonimbus (CB), pilot Rozaq memohon bimbingan Tuhan.


"Saya berdoa, dalam doa itu saya berdoa 'Ya Allah, saya dalam bimbingan-Mu. Saya ikhlas, saya siap apapun yang terjadi'. Dan waktu itu detik-detik kematian di depan mata," tutur Abdul Rozaq dengan suara sedikit bergetar saat mengisahkan detik-detik menegangkan menjelang pendaratan darurat kala ditemui detikcom di rumahnya, Komplek Garuda, Cipondoh, Tangerang, Jumat (16/1/2015) lalu.
Rozaq mengenang, sembari berdo’a, dirinya tetap mengendalikan pesawat. Do’a tak henti dilafalkan.

"Sambil tetap pasrah dan saya berdoa 'Ya Allah, hanya satu permintaan saya. Selamatkan penumpang kami'. Dia (kopilot) juga berdoa. Kemudian terakhir, saya takbir, Allahu akbar, tiga kali"," jelasnya.
Usai mengucap takbir 3 kali, Rozaq kembali konsentrasi mengemudikan pesawat. Kopilot memonitor ketinggian yang terus turun, dari awal masuk awan CB, 31 ribu kaki, menjadi 17 ribu kaki. Saat itu, Rozaq mengaku sudah keluar dari awan CB, dan pemandangan di depan kaca kokpit mulai terang dan mulai terlihat daratan, sawah, sungai dan daratan yang digenangi air. Rozaq harus berpikir keras bagaimana mendaratkan pesawat yang sudah tak bertenaga seperti terbang layang ini dengan risiko seminimal mungkin.

Sebelum mengambil keputusan, Rozaq mengajak berdiskusi kopilot Haryadi. Mengobservasi lingkungan sekitar untuk mengumpulkan data.

"Kita sebaiknya emergency landing di mana?" tanya Rozaq pada Haryadi.

"Bagaimana bila di sawah itu?" demikian respons Haryadi seperti disampaikan Rozaq.

"Itu banjir, saya tidak tahu ada apa di sawah itu. Yang jelas, kalau mendarat di situ, semua mati," timpal Rozaq pada Haryadi.

"Itu ada sungai, kalau di sungai itu bagaimana? Itu ada sungai, kita tidak tahu kedalamannya berapa, arusnya bagaimana. Pertama, pesawat itu yang jelas impact. Meski tidak tahu kedalamannya, yang jelas impact dengan air, masih ada kemungkinan yang hidup," papar Rozaq mengutarakan argumen pada Haryadi.

Dua jembatan yang dilihat pilot Rozaq
Akhirnya, mereka berdua setuju melakukan pendaratan darurat di sungai itu. Pesawat lantas dibelokkan ke kiri, tujuannya menyejajarkan posisi pesawat dengan sungai. Namun, ada masalah. Ada 2 jembatan berdiri di tengah sungai itu. Keduanya memiliki tiang pancang yang berdiri di tengah sungai. Gawat, bila pesawat menabrak tiang jembatan, maka pendaratan darurat ini kemungkinan bisa memakan banyak korban fatal.
"Saya melihat di depan ada jembatan. Tadinya mau saya arahkan ke bawah jembatan. Ternyata ada tiang-tiangnya. Saya sejajarkan pesawat saya dengan sungai, jadi terbang dari arah utara ke selatan. Saya belok kiri, kemudian saya melihat ada jembatan satu lagi. Jembatan itu harus saya lewati, kemudian ada jembatan satu lagi," jelas Rozaq.
Begitu pesawat dibelokkan ke kiri, kopilot terus memantau ketinggian. Pesawat sudah berada di ketinggian 3 ribu kaki dengan kecepatan 180 knot. Begitu pesawat belok tajam, kopilot berteriak "Bank-bank-bank!". Teriakan Haryadi itu mengindikasikan peringatan bahwa pesawat berbelok terlalu tajam.

"Kalau tidak tajam, kita tidak bisa mendarat di sungai. Sudah tidak ada instrumen," jelas Rozaq pada Haryadi.

Sebelum menyentuh sungai, Rozaq berteriak 'BRACE FOR IMPACT!', perintah yang mengharuskan penumpang pesawat meringkuk, kepala didekatkan ke lutut, untuk meminimalkan efek guncangan.

Kemudian saat mendarat, tail atau ekor pesawat itu kena batu besar. Saat dilakukan pengereman maksimal, pesawat tiba-tiba berhenti dengan posisi miring ke kanan.
"Pesawat belok ke kanan sendiri. Setir saya dorong ke kanan. Kemudian pesawat berhenti dan berbelok ke kanan sendiri, dan saat berhenti saya menyadari bahwa pesawat berbelok kanan persis menghadap kiblat," kenangnya.
Pesawat berbelok ke kanan

Belakangan pilot Rozaq mengetahui bahwa sungai tempat pendaratan itu adalah Sungai Bengawan Solo. Jarak antara dua jembatan yang melintang di tengah sungai itu adalah 1.500 meter atau 1,5 km. Saat mendarat di air, pesawat melewati jembatan pertama dan sempat meluncur sejauh 100 meter. Sedangkan jarak dengan jembatan berikutnya berkisar 300-500 meter dari posisi pesawat berhenti.
Bersambung...
Sumber: www.detik.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Metode Pembelajaran Al Qur'an & Ilmu Tajwid Bersanad

🎗🎗🎗🎗🥇🎗🎗🎗🎗    *IKUTI & HADIRI* *📚TRAINING FOR TRAINER*📚 _Metode Pembelajaran Al Qur'an & Ilmu Tajwid Bersa...