Selasa, 21 April 2015

BELAJAR DARI SHAFIYYAH BINTI ABDUL MUTHALIB

Shahabiyah adalah sahabat Rasulullah saw dari kalangan Muslimah, mereka adalah wanita – wanita tangguh di medan jihad dan dakwah. Ujian demi ujian, mereka senantiasa menghadapinya dengan penuh kesabaran. Mereka mujahidah sejati sepanjang masa, yang tidak pernah lekang oleh waktu dan zaman. Mereka juga ikut terjun ke medan jihad bersama Rasulullah saw, menyiapkan logistik dan obat – obatan untuk para pasukan Muslimin yang terluka. Subhanallah.

Muslimah seperti halnya para shahabiyah tidak mudah mengeluh, tidak cengeng, mampu menjaga kehormatan diri dan izzah Islam, yang melahirkan generasi mujahid yang senantiasa membela Islam di medan jihad sampai titik darah penghabisan serta senantiasa tegar menghadapi penindasan yang dilancarkan oleh musuh – musuh Islam. Bahkan, tidak jarang menjadi barisan paling belakang saat di medan jihad. Tujuannya untuk menghadang pasukan Muslimin yang lari dari medan jihad.

Shafiyyah binti Abdul Muthalib merupakan salah satu dari para shahabiyah yang harum namanya sepanjang sejarah kehidupan, beliau adalah bibi Rasulullah saw yang dilahirkan dari suku Quraisy. Quraisy adalah bangsa yang paling dihormati oleh para kabilah di Jazirah Arab ketika itu, keturunan paling mulia diantara suku – suku lain. Ayahnya, Abdul Muthalib, seorang petinggi di tanah Jazirah Arab pada masanya. Suaminya, Awwam bin Khuwailid adalah saudara kandung dari Ummul Mukminin Khadijah binti Khuwailid. Dari suaminya inilah lahir seorang anak yang bernama Zubair bin Awwam, yang dijuluki sebagai hawari Rasulullah saw.
 Di tengah keluarga yang sangat dihormati, keturunan yang dihormati dan bersama orang – orang yang dihormati. Sehingga membentuk kepribadiannya yang tangguh dan kuat, tidak lemah serta berani. Bahkan beliau lihai memainkan pedang, menunggang kuda seperti mujahid yang sedang berperang. Tidak hanya itu, beliau termasuk orang yang intelektual, karena beliau suka membaca.

Shafiyyah binti Abdul Muthalib juga seorang ibu, kepribadiannya yang tangguh dan kuat ia wariskan kepada anaknya yang bernama Zubair bin Awwam, hingga Zubair menjadi seorang mujahid yang tangguh seperti ibunya. Zubair dididik dengan keras oleh ibunya, sejak usia dini Zubair sudah diajarkan memanah dan menunggang kuda, terkadang ibunya tidak segan – segan ibunya memukul Zubair saat ragu – ragu. Cara Shafiyyah mendidik anak seperti ini pernah dikritik oleh banyak orang, tetapi Shafiyyah terus membantahnya. Alasan Shafiyyah adalah agar kelak Zubair menjadi anak yang tangguh dan pemberani ketika di medan jihad, dan itu terbukti.

Bagaimana kiprahnya di medan jihad? Shafiyyah binti Abdul Muthalib ketika di medan Uhud ikut membantu menyiapkan air, logistik dan obat – obatan bersama Muslimah lain untuk para pasukan Muslimin yang terluka. Di tengah kesibukannya menyiapkan air, logistik dan obat – obatan, Shafiyyah tetap memegang panah untuk berjaga – jaga. Saat Muslimin terpukul mundur, Shafiyyah memegang tombak untuk diacungkan kepada para pasukan Muslimin. Saat saudaranya Hamzah bin Abdul Muthalib meninggal dengan tubuh yang tidak utuh lagi di medan Uhud, Shafiyyah tetap tabah dan sabar.

Meletus peperangan di medan Khandak, para muslimah dan anak – anak diungsikan ke sebuah benteng yang bernama Fari’, benteng ini milik Hassan salah satu sahabat Rasulullah saw. Ketika perang berkecamuk, seorang intelejen pihak musuh diam – diam mengamati benteng tersebut. Hal ini segera diketahui oleh Shafiyyah, segera saja ia mengambil tongkat sebagai senjata untuk menghantam intelejen tersebut bertubi – tubi. Bahkan, Shafiyyah bisa memenggal leher orang tersebut dan melemparkan kepalanya di perkampungan orang tersebut tinggal.

Itulah riwayat hidup singkat dari seorang Mujahidah, Shafiyyah binti Abdul muthalib. Saya belajar dari kehidupan beliau, dari kepribadian beliau yang tangguh. Saya juga harus tangguh, kuat, berani dan intelektual. Agar bisa membela diri dari ancaman kejahatan, bisa melawan serta dipersiapkan untuk menghadapi medan dakwah yang banyak rintangan. Tidak cengeng, tidak lemah dan pula tidak manja. Muslimah tipe seperti ini tidak cocok untuk di tempatkan di medan dakwah, karena di medan dakwah di perlukan Muslimah – Muslimah yang tangguh dan berintelektual dengan banyak – banyak membaca. Fenomena yang terjadi saat ini masih banyak para Muslimah yang masih kurang minat membaca.

Ketika saya mencoba untuk berdiskusi kepada merekia, tapi mereka seperti menunjukkan rasa “tidak nyambung” saat saya memulai wancana berdiskusi. Malah yang dibicarakan adalah film atau lagu kesukaan mereka, bukan membicarakan hal – hal yang bermanfaat untuk menambah keilmuan. Cukup sedih, ternyata masih banyak yang awam tentang sirah shahabiyah. Padahal, dari sirah shahabiyah itulah dapat mengambil teladan.

Kembali lagi pada biografi Shafiyyah. Shafiyyah juga seorang ibu, untuk mencetak anak yang tangguh diperlukan ibu yang tangguh pula. Saya bisa meneladani bagaimana Shafiyyah binti Abdul Muthalib mendidik anaknya, Zubair bin Awwam. Shafiyyah membentuk kepribadian Zubair sejak usia dini. Ketika menginginkan anak yang berjiwa mujahid, tangguhkan dulu diri sendiri menjadi ibu yang berjiwa mujahidah. Apa jadinya saat menginginkan anak yang berjiwa mujahid tetapi diri sendiri tidak tangguh, kuat dan berani serta menjadi Muslimah yang senantiasa taat kepada Allah dan Rasul – Nya? Jangan mengkhayal bisa menjadikan anak seperti Zubair bin Awwam.

Ketabahan Shafiyyah sungguh luar bisa, peristiwa yang sangat memilukan di medan Uhud, yaitu syahidnya Hamzah bin Abdul Muthalib, saudara kandugnya sendiri. Hamzah syahid dengan keadaan tubuh yang tidak utuh lagi. Hamzah dibunuh oleh Wahsyi, budak dari Hindun binti Utbah. Hindun dendam dengan Hamzah karena telah membunuh saudara Hindun di perang Badar. Setelah Hamzah mati, Hindun memakan jantung Hamzah kemudian dikeluarkan kembali karena pahit, selanjutnya mayat Hamzah dipotong – potong oleh musuh. Saya mencoba mempelajari para Muslimah disekitar saya, masih banyak yang meratapi kepergian orang – orang tercinta. Artinya terus menerus dalam kesedihan, perbuatan seperti ini tidak boleh dilakukan Muslimah sejati.

Yang membuat saya tambah kagum pada shahabiyah Shafiyyah binti Abdul Muthalib, adalah ketika beliau membunuh intelejen dari pihak musuh bahkan sampai dipenggal kepalanya. Saya mencoba merenung sejenak, jika saya berposisi jalan sendirian dan saya dihadang oleh orang jahat yang ingin mencoba mencelakai saya. Apakah saya bisa melawan orang tersebut, walau hanya menghajarnya dengan payung yang ada di dalam tas? Apalagi sampai mengikatnya? Saya jadi ragu dapat melakukan hal itu. Saya sadar, bahwa saya ini masih lemah. Jadi tidak mungkin melakukan seberani itu.

Sebenarnya, tidak perlu menunggu generasi Shafiyyah, tetapi “membuat” generasi Shafiyyah pada diri sendiri. Medan dakwah membutuhkan para Muslimah seperti ini, yang berjiwa mujahidah sejati. Tidak ada kata malas dalam kamus kehidupan, tidak ada kata gentar dalam kitab sejarah kehidupan, tidak ada kata takut dalam celah kehidupan, dan tidak ada lemah pada zhahirnya. Seperti bunga anggrek yang kokoh, menanti siraman ruhiyah dari Sang Khaliq. Lembut, namun perkasa di balik tabir parasnya yang elok dan cantik.

Shafiyyah sangat layak untuk menjadi teladan para Muslimah, namun sangat disayangkan, banyak Muslimah yang belum mengetahui biografi Shafiyyah yang begitu mulia ini. Ikut mengharumkan perjalanan dakwah Islam hingga saat ini serta ikut berjuang di medan jihad. Saya adalah wanita Muslimah, tidaklah pantas jika saya meneladani bahkan memuja – muja para wanita yang tidak taat pada dinullah. Layaknya para selebriti yang gemar berzina. Na’udzubillah.

Wallahu’alam bishawwab

Sumber: http://khansahumairah.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Metode Pembelajaran Al Qur'an & Ilmu Tajwid Bersanad

🎗🎗🎗🎗🥇🎗🎗🎗🎗    *IKUTI & HADIRI* *📚TRAINING FOR TRAINER*📚 _Metode Pembelajaran Al Qur'an & Ilmu Tajwid Bersa...